Senin, 11 Januari 2010

Bercerminn pada diri sendiri

Berpikir matang sebelum bertindak merupakan langkah yang tepat sebelum mengambil keputusan.didalam kehidupan,misalnya banyak insan di kelompok masyarakat yang hanya ikut-ikutan melakukan sesuatu tampa mengetahui ujung pangkalnya.bahkan lebih parah lagi yang penting mengikuti arus tampa mengetahui dari mana dan kemana arus tersebut mengalir membawa dirinya.Ibaratnya,hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus,sementara ikan yang hidup tetap dinamis.ia akan berenang samabil menari di arus yang mengalir tersebut,bahkan kadang-kadang melawan arus.Hanya mereka yang mati ruhaninya,mati mental dan hati nurani yang beku,yang hanya mengikuti arus yang ada di dalam kelompok masyarakat,terutama arus-arus yang negative.Hal lebih parah lagi,seseorang rela melakukan apapun juga tampa tahu alasannya,yakni hanya melampiaskan dorongan psikologinya/emosinya yang teak tertahankan.
Ada sebuah fenomena menarik tentang pohon bamboo untuk menggambarkan damapak hal tersebut.kita ketahui bahwa pohon bamboo yang lurus cenderung lebih sepat di potong untuk di gunakan sebagi kayu baker atau pagar atau kerajinan lainnya.adapun bamboo yang bengkok cenderung di biarkan tumbuh terus dalam kebengkokannya.kehidupan manusiapun tampakmya cenderung di warnai fenomena bamboo tersebut.mereka yang lurus dan berjalan di dalam kebenaran,baik bergaul dengan baik di dalam masyarakat,cenderung cepat di potong dari pada mereka yang bengkok-bengkok saja.itulah sebabnya kita menjunjung tinggi upaya-upaya untuk tidak memotong bamboo bengkok tersebut,
Sayang sekali,banyak individu yang terjebak dalam pola kehidupan yang ikut-ikutan seperti itu hanya karena menyenangkan seorangan dia anggap berpengaruh di dalam masyarakat.perlu di bedakan antara hati dengan motivasi yang jernih untuk melakukan itu semua dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kehidupan.melayani orang yang tidak bersalah.Namun jika dorongan untuk melayani di dasari oleh adanya suatu kepentingan untuk mendapatkan sesuatu di kemudian hari,hal itu perlu di pertanyakan lebih lanjut niat dan tujuan yang ingin di capainya.manusia di ciptkan dengan memiliki seperangkat akal budi,tentu hal ini patut di perdayakan untuk mengimbangi dorongan emosi.oleh karena itu,kematangan seseorang bukan dilihat dari seberapa keras dia membentak seseorang,atau seberapa licik dia menghambat orang lain,melainkan di lihat dari seberapa besar dia mampu mengendalikan emosi diri dalam keadaan apapun juga.
Pada dasarnya manusia lebih suka menceritakan keburukan orang lain dari pada kebaikannya.hampir semua konflik antar personal di mulai dari prasangka buruk.ironisnya lagi,semua prasangka buruk terkadang di terima mentah-mentah dari orang lain tampa ada saringan rasional,dia menyampaikan informasi kejelekkan seseorang kepada yang lainnya,tampatahu keadaan yang sebenarnya (hanya ikut-ikutan saja).kita bukan bukan hewan maka saat ini seyogyanya bisa mengambil keputusan untuk tidak menyebarkan informasi –informasi negative kepaa orang lain dengan kesadaran bahwa kita di ciptakan dengan nilai-nilai luhur sebagi manusia.bahkan,kita ciptakan sebagi makhluk yang mememiliki derajat tertinggi di antara ciptaan lainnya.
Di lain pihak,untuk mengubah sesuatu yang sudah lama niscaya mereka akan menjawab,”nggak tahu”,memank dari sononya sudah demikian.mempelajari riwayat suatu kejadian untuk mengubah sesuatu,baik di lingkungan internal maupun eksternal adalah sesuatu yang sangat baik namun,jika hal tersebut mengaburkan niat untuk melakukan perbaikan,tentu akan menjadikan fenomena tersebut sebagai sebuah kultur sudah dari “sono nya” tampa ada kemampuan untuk melakukan perbaikan diri yang berate.harus ada kemampuan untuk mengambil resiko berat dan berani melakukan sesuatu dengan alasan – alasan yang logis.
“perubahan selalu paling sulit bagi orang yang terlibat dalam rutinitas.karena itu,ia sendiri berati telah menurunkan kualita hidupnya dengan apa yang dapat ia tangani dengan nyaman dan tidak menyambut perubahan atau tantangan yang akan mengangkat niatnya.

Pertanyaan untuk diri sendiri:
1.apakah saya selama ini hanya ikut-ikutan orang lain tampa melakukan pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan???
2.apakah saya bersedia meninggalkan tingkah laku dan kebiasaan buruk saya yang justru tidak menjamin masa depan saya??
3.apakah saya bersedia untuk mengendalikan emosi sehingga setiap perkataan yang akan saya lontarkan kelak betul-betul berguna bagi orang lain,bukan menjadi isu negatif atau rumor??

Lebih baik mengingatkan,daripada Menyalahkan
Selalulah berpikirlah positif dan selalu senyum adalah kunci ketenangan jiwa


Komitmen untuk merefleksikan dan inspirasi diri

2 komentar:

Chalie Cameleon mengatakan...

wah terimakasih untuk artikelnya sangat banyak membantu saya menjalani hidup ini. salam kenal..

NOVAN KURNIAWAN mengatakan...

iyaa sama2..
follow balik doonk