Minggu, 22 Februari 2009

Tipe-tipe aktivis dakhwah kampus

Sebentar…, judul di atas hanyalah salah satu bagian pengamatan perjalanan saja, bukan berdasarkan penelitian yang komprehensif, so tidak perlu diperdebatkan, silakan dibaca sambil melakukan perenungan setelah melakukan perjalanan panjang bersama dakwah ini.

Dakwah Kampus menurut saya telah memberikan banyak inspirasi dalam investasi amal, mulai dari para aktivisnya, dinamika, tantangan dan permasalahannya. Ruang-ruang amal di kampus tersedia cukup banyak, sehingga sayang kalau dilewatkan begitu saja.

Suatu saat dalam sebuah diskusi dengan para Aktivis Dakwah Kampus (ADK), ada pernyataan yang sempat disampaikan, “Masalah kita di kampus, kenapa organisasi gak berjalan, salah satunya disebabkan karena anak-anak gak punya komitmen, mereka pada sibuk sendiri-sendiri Pak”, kata salah satu peserta diskusi.

“Ustad nanti tolong taujihnya bisa diarahkan kepada pemberian semangat para peserta, mumpung yang hadir adalah para penanggung jawab jurusan”, ungkap salah seorang panitia pelatihan Manajemen Dakwah Kampus.

“Waduh susah nih anak, tahu acara penting begini malah pulang kampung, mana gak kasih tahu lagi !” gerutu seorang aktivis.

Ungkapan-ungkapan sebagaimana di atas sering kita jumpai ketika kita berada di lapangan dakwah, dinamika dakwah kampus yang cukup tinggi akan mendapat respon yang berbeda-beda dari para aktivisnya. Ada yang merespon dengan penuh semangat dan harapan, tetapi ada pula yang sebaliknya merasakan kejenuhan atau merasa ada beban berat di pundaknya.

Biasanya untuk memompa semangat ADK saya sampaikan kepada mereka tentang beberapa tipe aktivis dakwah kampus.

KuPu-KuPu (Kuliah Pulang-Kuliah Pulang)

Aktivis tipe ini adalah aktivis yang kurang responsif terhadap agenda-agenda dakwah di kampusnya, ritme aktivitasnya adalah rumah – kampus - rumah.

Makanya ketika ada aktivitas di kampus biasanya aktivis ini senantiasa mengeluarkan seribu jurus untuk menghindar dari amanah, “Afwan akh lagi banyak kerjaan di rumah,” atau “Saya gak bisa ikut ya Mbak, karena di rumah lagi gak ada orang”, dan yang sejenisnya. Tetapi ketika ditanya, “Emang di rumah ngerjakan apa?,” ternyata sang aktivis juga kebingungan untuk menjawabnya.

KuRa-KuRa (Kuliah Rapat – Kuliah Rapat)

Tahu kura-kura kan, yang ke mana - mana selalu bawa rumahnya, tapi kalo ada aktivis tipe ini justeru kondisinya kebalikannya, kesibukannya di kampus terkadang membuatnya lupa akan tugas dan kewajibannya sebagai orang rumahan. Yaa…kewajiban sebagai anak, kakak, adik, tetangga, dan anggota masyarakat yang seringkali terabaikan.

Ritme aktivitasnya adalah kuliah dan rapat (syura’), dari organisasi ke organisasi yang lain, aktivis ini sangat nyaman dengan ’dunianya’, dan memiliki lagu kebangsaan yang judulnya ’syuro – syuro bergembira….”(he..he…kaya lagu perjuangan). ”Mumpung masih muda kita harus berkontribusi,” itulah jawaban andalannya ketika ada pertanyaan mengenai kesibukannya menyerang.

Pertanyaan-pertanyaan yang sering dikemukakan oleh orang-orang disekitarnya adalah, ”Anda ini sebenarnya mengerjakan apa saja sih di kampus? kok kelihatannya sibuk sekali ?”, ”Pagi berangkat, pulang petang, sekarang mau berangkat lagi..”, ”Ngurusin apa saja sih Mbak kok gak pulang-pulang…”, atau yang lebih menyedihkan, ”Nak…, kamu sudah lupa kalau punya orang tua ya..kok tidak pernah pulang?”. Sadar gak ya…?

KuTiLang (Kuliah Tidur Hilang)

Kalau yang ini.. dah parah abis pokoknya, dari tipenya aja dah ketauan apa kerjaannya di kampus. Ya, betul ritme aktivitasnya adalah kuliah, kalau di kelas bawaannya tidur atau ngantukan, serta sering menghilang tanpa sebab ketika ada agenda dakwah.

Tiga tipe di atas memang cukup berat buat nyarikan obatnya, butuh data primer, cara yang elegan, serta jam terbang yang tinggi dalam penangannya. Ibarat dokter, kemampuan menganalisa dan mendiagnosa akan berbanding lurus dengan kesembuhan penyakit si pasien.

Yang sering terjadi adalah kita sering menghakimi tanpa data, atau memvonis karena kesan, sehingga aktivis mengalami ’iritasi’ hati. Rentan terhadap penyakit, tidak percaya diri. ’mutungan’, tidak bergairah terhadap agenda dakwah, atau malah kalau salah obat bisa-bisa sang aktivis melakukan insilakh (keluar dari orbit dakwah) Naudzubillah.

Tulisan di atas hanya mencoba melihat realita lapangan, tapi saya yakin masih banyak pejuang-pejuang dakwah yang tetap memiliki semangat, komitmen, kesungguhan dan pengorbanan agar dakwah ini tetap eksis hingga mencapai kemenangan.

Tapi ada gak ya kader atau aktivis seperti tiga tipe di atas? Wallahu a’lam bis showab.

1 komentar: